Mata Nusantara News|| Kaltim, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) diminta membatalkan keikutsertaan Edi Damansyah dalam Pemilihan Bupati Kutai Kartanegara atau Pilbup Kukar 2024.
“Karena, Edi yang kini berstatus sebagai calon bupati itu, Sebelumnya dinilai telah menjabat Bupati Kutai Kartanegara selama dua periode. Sebab Edi sudah menjalani Dua periode sebagai Bupati, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XXI/2023,” ujar Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Hukum (Gemah), Badrun Atnangar di depan Kantor KPU RI, Jakarta saat diwawancara wartawan pada Rabu, (20/11/2024).
Badrun menjelaskan, Putusan itu sendiri dibuat MK, setelah posisi Edi Damansyah sebagai Bupati Dua periode, diuji materi atau digugat. Menurut Putusan MK, kata Badrun, masa jabatan yang telah dijalani setengah periode atau lebih, tetap dihitung satu periode.
“MK juga tidak membedakan masa jabatan Bupati definitif atau Penjabat Sementara,” ucap Badrun.
Badrun mengatakan, diketahui, Edi Damansyah menjadi kepala daerah setelah Bupati Kukar Rita Widyasari tersandung persoalan hukum. Edi yang kala itu merupakan Wakil Bupati, lantas menjadi Plt Bupati Kukar pada 9 April 2018 hingga 13 Februari 2019.
“Edi Damansyah lalu menjadi Bupati definitif pada 19 Februari 2019 hingga 13 Februari 2021. MK tak mendefinisikan Pj, Plt, dan Pjs karena telah diuraikan oleh pemohon,” kata Badrun.
Selain ke kantor KPU RI, Mereka juga mendatangi Mabes Polri. Hal itu dilakukan guna membuat laporan pengaduan terkait Dugaan suap atas lolosnya Edi Damansyah sebagai Calon Bupati Kukar di Pilbup 2024.
“Kami meminta Mabes Polri mengusut Dugaan suap KPU RI, KPU Provinsi Kalimantan Timur dan KPUD Kutai Kartanegara yang meloloskan Edi Damansyah sebagai Calon Bupati di Pilkada 2024,” tutur Badrun.
Menurut Badrun, Selain berunjuk rasa di depan KPU RI dan Mabes Polri, GEMAH juga membuat pengaduan ke kepolisian. Pengaduan masyarakat (Dumas) itu diterima oleh Divisi Humas Polri. Mabes Polri pun berjanji menindaklanjuti pengaduan mereka.
Sebelumnya, Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyoroti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Banjarmasin yang menolak gugatan sengketa Pilbup Kukar terkait pencalonan Pasangan Petahana.
Margarito menilai, Kerugian konstitusional dialami pihak Penggugat terhadap calon petahana Edi Damansyah yang telah dianggap menjabat Dua periode tersebut.
“Penggugat ini kan memang peserta Pilkada. Karena peserta Pilkada, Dia memiliki kepentingan untuk pertarungan Pilkada itu berlangsung sesuai dengan hukum. Ketika pelaksanaan Pilkada tidak sesuai dengan hukum, Maka jenderal (penggugat) harus dianggap mengalami kerugian konstitusional,” ujar Margarito saat dihubungi wartawan pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Lebih lanjut, Margarito juga mengkritisi keputusan PT TUN Banjarmasin menolak gugatan penggugat karena alasan tidak ada kerugian diderita oleh pasangan calon (Paslon). Menurutnya, keputusan PT TUN Banjarmasin tersebut salah.
“Sebab kalau saja tidak ada Edi Damansyah, ini hanya Dua pasangan yang bertarung. Potensi suara yang Kira-kira kalau tidak ada Edi Darmansyah, Mungkin suara itu akan pergi ke Dua pasangan calon yang lain,” kata Margarito.
“Oleh karena ada aturan yang tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya. Di titik itulah Saya menganggap pertimbangan Majelis PT TUN Banjarmasin itu salah,” sambung Margarito.
Maka itu, Margarito menegaskan, Putusan MK atas status Edi Darmansyah yang dinyatakan telah menjalani Dua periode sebagai Bupati Kutai Kartanegara, Harus dipatuhi. Sehingga Edi Damansyah tidak boleh mencalonkan diri kembali.
Sebelumnya, Sebagaimana pemberitaan media, Kuasa Hukum KPUD Kutai Kartanegara Hifdzil Alim merinci, Eksepsi yang disampaikan pihaknya berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 11 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan dan Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan.
Dasar hukum lainnya adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 3 tahun 2015 poin 3, Bahwa sesama Pasangan Calon Peserta pemilihan (Dalam hal ini Pilkada Kukar 2024) yang sudah ditetapkan oleh KPU tidak dapat menggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN), karena kedudukan hukum (Legal standing) untuk bertindak sebagai Penggugat dalam sengketa TUN pemilihan hanya diberikan oleh Undang-undang bagi pasangan yang dirugikan kepentingannya atau yang tidak ditetapkan oleh KPU.[ Hilman]